Kritik dan saran silahkan disini

ADRIAN WAWORUNTU, KORUPTOR PEMBOBOL BNI TRILIUNAN RUPIAH


 

Adrian Herling Waworuntu (52), salah satu pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia, Selasa (18/11) malam, berhasil ditangkap jajaran Markas Besar Kepolisian RI. Polisi memerlukan waktu 26 hari, sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan pada 24 Oktober 2003, untuk menangkap Adrian, lelaki asal Tomohon, Sulawesi Utara yang diduga sebagai salah satu dalang pembobol Bank Negara Indonesia (Bank BNI) senilai Rp 1,7 triliun dengan menggunakan surat kredit (L/C) fiktif.

"Kepala Polri konsisten dalam menuntaskan kasus di Bank BNI. Sebagai buktinya, polisi tadi (Selasa) malam berhasil menangkap Adrian Waworuntu, salah seorang tersangka kasus Bank BNI," kata Kepala Penerangan Mabes Polri Komisaris Besar Zainuri Lubis, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (19/11).

Dengan ditangkapnya Adrian, kata Lubis, tentunya akan bertambah satu lagi tersangka yang menjalani pemeriksaan. Saksi yang terkait kasus Bank BNI ini kemungkinan juga akan bertambah lagi.

Lubis menyatakan, sepanjang Rabu kemarin, tim penyidik Mabes Polri terus memeriksa Adrian. Adrian juga akan dikenai pasal Undang-undang Money Laundring, untuk mengetahui aliran dana dari Bank BNI. "Dengan pasal dalam UU Money Laundring, otomatis uangnya akan ditanya disimpan di mana dan dibelikan apa?" jelas Lubis.

Dengan ditangkapnya Adrian, bertambah satu lagu jumlah tahanan yang mendekam di Mabes Polri. Sekarang ini, jumlah tahanan yang menjadi tersangka pembobol Bank BNI ada sepuluh orang. Delapan orang dari kalangan pengusaha, sedangkan dua lainnya pejabat dari Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mereka yang ditahan adalah Ny Yudi Baso (Direktur PT Basomindo), Jeffery Baso (pemilik PT Basomasindo dan PT Trianu Caraka Pacific), dan Aprilia Widharta (Direktur Utama PT Pan Kifros). Selain itu juga ditahan Haji Ollah Abdullah Agam (Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia), Adrian Pandelaki Lumowa (Direktur PT Magnetique Usaha Esa Indonesia), Richard Kountul (Direktur PT Metrantara), Titik Pristiwanti (Direktur PT Bhinekatama Pacific), dan Adrian.

Sedangkan dua orang yang ditahan dari Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan adalah Edy Santosa (mantan Kepala Bagian Customer Service Luar Negeri) dan Kusadiyuwono (mantan Kepala Kantor Utama Cabang Bank BNI). Sedangkan Nirwan Ali (Manajer Operasional yang sementara waktu menggantikan posisi Edy Santosa dan meloloskan empat L/C saat ditinggal Edy Santosa naik haji), belum ditahan karena masih menjalani perawatan akibat terserang jantung.

Penangkapan Adrian berselang 26 hari sejak dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan yang dikeluarkan Mabes Polri pada 24 Oktober 2003. Adrian sendiri dilaporkan ke Mabes Polri dalam kasus tersebut pada 3 Oktober 2003, dengan Nomor LP 287/X/2003/Siaga.

Dekat dengan pejabat

Seperti disebutkan dalam surat bertulis tangan yang dibuat Edy Santosa, Adrian memang dikenal dekat dengan beberapa pejabat penting RI. Adrian bahkan dilukiskan Edy Santosa sebagai pribadi "berkelas" dan memiliki hubungan dekat dengan pejabat RI.

Dalam tulisan tangan Edy Santosa, tertulis bahwa Adrian, seperti yang selalu diceritakan Maria Paulina Lumowa dan Jeffery Baso, memiliki kedekatan hubungan dengan Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, Menteri Perhubungan Agum Gumelar, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini MS Soewandi, Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, Gubernur Bank Indonesia, petinggi Polri dan sejumlah anggota Komisi di DPR RI.

Adrian sendiri pernah bekerja di Bank of America. Tidak lama setelah keluar dari bank asing tersebut, bersama Endang Mokodompit - putri sulung Ibnu Sutowo, pendiri dan mantan Direktur Utama Pertamina - menjalankan bisnis dengan bendera PT Aditarina Arispratama.

Tak hanya itu, Adrian juga berbisnis dengan Maria Paulina di Riau. Ketika itu mereka berada dalam konsorsium perusahaan penambangan pasir pada PT D'Consortium Indonesia.

Tertutup

Sejumlah pejabat di Mabes Polri enggan memberikan keterangan mengenai kronologi penangkapan Adrian. Mereka juga tidak bersedia menyebutkan di mana Adrian ditangkap.

Menurut Lubis, penangkapan Adrian dilakukan di Jakarta. Namun begitu, Lubis tidak bersedia menyebutkan lokasi persisnya. Ia juga tidak bersedia menyebutkan kronologis penangkapannya.

Hal yang sama juga diungkapkan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Suyitno Lando. "Apa itu (lokasi dan kronologis penangkapan) penting untuk disampaikan?" tanya Suyitno. Namun ketika didesak bahwa itu penting, ia tetap tidak mau menceritakannya.

Menurut Lubis, sepanjang Rabu ini tim penyidik akan melakukan pemeriksaan terus menerus. Diharapkan, tertangkapnya Adrian akan memberikan informasi baru mengenai aliran dana BNI. Paling tidak, tertangkapnya Adrian akan menambah kesaksian baru.

Ketika ditanya Maria Paulina Lumowa (pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia), Lubis mengatakan, "Maria Paulina memang belum berhasil kami tangkap. Mudah-mudahan dalam minggu-minggu ini."

Sementara Suyitno menyatakan, penangkapan terhadap Adrian dilakukan Selasa malam. Namun ia juga tidak bersedia menyebutkan waktu persisnya dan di bmana tempat penangkapannya. "Saya menerima laporan pukul 23.00, jadi penangkapannya malam hari," kata Suyitno.

Terkait penelusuran aliran dana Bank BNI, Suyitno menyatakan polisi sudah meminta izin Gubernur Bank Indonesia untuk membuka 31 rekening. Rekening tersebut milik perusahaan yang dialiri dana dari Bank BNI. Lando belum bisa menyebutkan berapa nilai dari 31 rekening tersebut.

Menurut sumber Kompas, sepanjang Rabu kemarin Adrian diperiksa tim penyidik di lantai III gedung Bareskrim. Saat pemeriksaan, Adrian terlihat ceria dan tidak tampak gelisah. Ia mengenakan baju kotak-kotak biru dengan celana warna gelap.

Penampilannya tenang dan raut wajahnya tidak tampak tegang. Badannya tinggi, sekitar 175 sentimeter, dengan rambut berwarna keperakan. Sorot matanya tajam.

Tidak ditahan

Menurut keterangan Lubis, hingga sekarang ini jumlah tahanan di Mabes Polri terkait kasus BNI adalah sepuluh orang. "Kami mendapat informasi dari Bareskrim kalau mereka ditahan di Rutan Mabes. Itu informasi yang kami percayai," kata Lubis.

Namun, berdasarkan data jumlah tahanan di Mabes Polri, hingga saat ini terdapat 15 tahanan. Dua di antaranya merupakan tahanan terkait kasus Bank BNI, yaitu Edy Santosa dan Kusadiyuwono. Sedangkan delapan pengusaha yang dinyatakan ditahan, tidak tercatat dalam data jumlah tahanan tersebut.

"Ini boleh dikutip. Tidak ada pengusaha yang ditahan di Rutan Mabes. Hanya Edy Santosa dan Kusadiyuwono yang tidur di Rutan. Semuanya di luar rutan dan di ruangan ber-AC," protes Herman Kadir, kuasa hukum Edy Santosa.

Tidak ada di BAP

Menanggapi pemberitaan adanya sebagian dana yang dialirkan untuk kampanye mantan Pangliam TNI Jenderal (Purn) Wiranto sebagai calon presiden RI tahun 2004, Lubis menyatakan bahwa pernyataan Edy Santosa dalam tulisan tangan tersebut tidak terdapat dalam BAP.

"Boleh saja orang ngomong apa saja, tetapi dia tidak menyampaikannya pada penyidik," kata Lubis.

Pernyataan tertulis yang dikeluarkan Edy Santosa di luar penyidikan dan tidak terdapat dalam BAP dianggap tidak sah.

Sedangkan Suyitno menyatakan, pernyataan Edy Santosa yang tidak dinyatakan dalam BAP tidak ada relevansinya.

Ketika didesak apakah itu tidak akan menjadi dasar pemeriksaan awal untuk mengetahui aliran dana Bank BNI, Suyitno menyatakan bahwa itu tidak ada dalam BAP.

Menurut Lubis, pemeriksaan terhadap Edy Santosa hanya berkisar masalah pengeluaran L/C, tidak pada aliran dananya. Aliran dananya nanti dilakukan pada pemeriksaan tahap berikutnya dengan menggunakan UU Money Laundring.

Suyitno menyatakan bahwa penyusunan BAP Edy Santosa belum lengkap. Masih ada kemungkinan penydik melakukan pemeriksaan lagi terkait dengan dana BNI yang dialirkan untuk kampanye Wiranto. (MAS)

Wiranto Bantah Terkait Kasus Bank BNI&bd;Jakarta, Kompas Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto membantah bahwa dirinya terkait dengan kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI). Ia juga menyatakan sama sekali tidak terlibat bisnis dengan tersangka pelaku pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun itu.

Bantahan itu disampaikan Wiranto secara tertulis kepada wartawan, menyusul pemberitaan sejumlah media mengenai hal itu. "Arah dan perkembangan berita-berita tersebut semakin jelas bertujuan mendiskreditkan saya sebagai salah satu peserta konvensi calon presiden pada Partai Golkar. Saya tidak tahu siapa yang bermain dengan berita tersebut," ungkap Wiranto, Kamis (19/11).

Edy Santoso, mantan Kepala Bagian Pelayanan Nasabah Luar Negeri pada Kantor Cabang Bank BNI Kebayoran Baru, yang kini menjadi salah seorang tersangka dalam kasus itu, mengaku pernah bertemu Wiranto di Kemang, Jakarta Selatan. Pertemuan yang juga dihadiri sejumlah pengusaha dan rekan usaha yang diduga sebagai pelaku pembobolan Bank BNI, membahas rencana pencalonan Wiranto menjadi Presiden RI.

Dalam catatannya, Edy menyatakan, pada bulan April 2003, Adrian Herling Waworuntu dan Maria Pauliene Lumowa (keduanya pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia) mengundangnya untuk bertemu Wiranto di kawasan Kemang. Pertemuan tersebut, menurut catatan Edy, membahas rencana pencalonan Wiranto menjadi presiden pada Pemilu 2004.

Ketika itu, Wiranto menyatakan kesiapannya untuk maju dalam pemilihan presiden, tetapi tidak punya dana kampanye. Waworuntu dan Lumowa kemudian menyanggupi untuk menghimpun dana kampanye buat Wiranto.

Kuasa hukum Wiranto, Yan Juanda Saputra, menjelaskan bahwa Wiranto pernah bertemu dan menerima banyak tamu. Sehingga untuk memastikan apakah benar Wiranto pernah bertemu dengan Edy, Waworuntu, ataupun Lumowa, pihaknya akan memeriksa nama-nama tersebut pada buku tamu. "Kalau mencermati pemberitaan media massa, pertemuan dengan klien kami itu, kalaupun ada terjadi pada Maret 2003, sementara pembobolan Bank BNI terjadi sejak tahun 2002," kata Yan kepada wartawan di Kafe Klub 45, Jakarta Selatan, Kamis kemarin.

Wiranto pun menekankan bahwa dirinya tidak tahu-menahu mengenai masalah L/C fiktif yang digunakan membobol Bank BNI. "Saya akan mengambil tindakan hukum terhadap siapapun yang mencoba melibatkan saya dengan kasus ini," ujarnya.

Pada hari yang sama, kuasa hukum Wiranto, OC Kaligis dan Yan Juanda Saputra, telah melaporkan Edy Santoso dan Herman Kadir (kuasa hukum Edy) kepada polisi di Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri). Edy dan Herman dituduh telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Wiranto. (LAM/NIC)

(Suara Merdeka, 20 Nopember 2003 )

Ditulis oleh: news kompalmedia Updated at : 3:33:00 PM

0 komentar:

Post a Comment

komentarlah yang bijak dan membangun
Bila mengambil artikel , tautkan link http://kompalkampul.com

 




SUKA " BILA ARTIKEL BERMANFAAT


×